Contoh Kasus Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Nama Kelompok :
- Rizki Putra Utama
- Septya Rahayu Pertiwi
- Susi Priyanti
- Rizki Putra Utama
- Septya Rahayu Pertiwi
- Susi Priyanti
A. Kasus PT Carrefour dengan KPPU
Seiring dengan perkembangan, persaingan usaha, khususnya pada bidang ritel diantara pelaku usaha semakin keras. Untuk mengantisipasinya, Pemerintah dan DPR menerbitkan Undang Undang No. 5 Tahun 1999 tentang praktek Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dengan hadirnya undang - undang tersebut dan lembaga yang mengawasi pelaksanaannya, yaitu KPPU, diharapkan para pelaku usaha dapat bersaing secara sehat sehingga seluruh kegiatan ekonomi dapat berlangsung lebih efisien dan memberi manfaat bagi konsumen.
Di dalam kenyataan yang terjadi, penegakan hukum UU praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini masih lemah. Dan kelemahan tersebut "dimanfaatkan" oleh pihak Carrefour Indonesia untuk melakukan ekspansi bisnis dengan mengakuisisi PT Alfa Retailindo Tbk. Dengan mengakuisisi 75% saham PT Alfa Retailindo Tbk dari Prime Horizon Pte Ltd dan PT Sigmantara Alfindo. Berdasarkan laporan yang masuk ke KPPU, pangsa pasar Carrefour untuk sektor ritel dinilai telah melebihi batas yang dianggap wajar sehingga berpotensi menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat.
Dari latar belakang di atas dapat ditarik suatu permasalahan sebagai berikut : Sejauh mana PT Carrefour melanggar Undang Undang No. 5 Tahun 1999, sanksi apa yang telah diberikan untuk pelanggaran tersebut, dan apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah dalam menangani kasus tersebut ?
Kasus PT Carrefour sebagai Pelanggaran Undang Undang No. 5 Tahun 1999. Salah satu aksi perusahaan yang cukup sering dilakukan adalah pengambil alihan atau akuisisi. Dalam UU No. 40/3007 tentang perseroan terbatas disebutkan bahwa hanya saham yang dapat diambila alih. Jadi, asset dan yang lainnya tidak dapat di akuisisi.
Akuisisi biasanya menjadi salah satu jalan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan. Dalam bahas inggrisnya dikenal dengan istilah acquisition atau take over. Pengertian acquisition atau take over adalah pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan lain. Istilah Take Over sendiri memiliki 2 ungkapan:
1. Friendly take over (akuisisi biasa)
2. Hostilr take over (akuisisi yang bersifat "mencaplok"), Pengambilalihan tersebut ditempuh dengan cara membeli saham dari perusahaan tersebut.
Esensi dari akuisisi adalah praktek jual beli. Dimana perusahaan pengakuisisi akan menerima hak atas saham dan perusahaan terakuisisi akan menerima hak atas sejumlah uang harga saham tersebut. menurut pasal 125 ayat (2) UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menjelaskan bahwa pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan. Jika pengambilalihan dilakukan oleh perseorangan, maka keputusan akuisisi harus mendapat persetujuan dari RUPS. Dan pasal yang sama ayat 7 menyebutkan pengambilalihan saham perseroan lain langsung dari pemegang saham tidak perlu didahului dengan membuat rancangan pengambilalihan, tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaraan dasar perseroan yang diambil alih.
Dalam mengakuisisi perusahaan yang akan mengambilalih harus memperhatikan kepentingan dari pihak yang terkait yang disebutkan dalam UU No. 40 tahun 2007, yaitu Perseroan, Pemegang Saham Minoritas, Karyawan Perseroan, Kreditor, Mitra Usaha lainnya dari Perseroan, masyarakat serta persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Dalam sidang KPPU tanggal 4 November 2009, Majelis Komisi menyatakan Carrefour terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 (1) dan Pasal 25 (1) huruf a UU No.5/1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Pasal 17 UU No.5/1999, yang memuat ketentuan mengenai larangan bagi pelaku usaha untuk melakukan penguasaan pasar, sedangkan Pasal 25(1) UU No.5/1999 memuat ketentuan terkait dengan posisi dominan.
Majelis Komisii menyebutkan berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh selama pemeriksaan perusahaan itu pangsa pasar perusahaan ritel itu meningkat menjadi 57,99% (2008) pasca mengakuisisi Alfa Retailindo. Pada 2007, pangsa pasar perusahaan ini sebesar 46,30%. Sehingga secara hukum memenuhi kualifikasi menguasai pasar dan mempunyai posisi dominan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 Ayat 2 UU No. 5 Tahun 1999.
Berdasarkan pemeriksaan, menurut Majelis KPPU, penguasaan pasar dan posisi dominan ini disalahgunakan kepada para pemasok dengan meningkatkan dan memaksakan potongan- potongan harga pembelian barang - barang pemasok melalui skema trading terms. Pasca akuisisi Alfa Retailindo, sambungnya, potongan trading terms kepada pemasok meningkat dalam kisaran 13%-20%. Pemasok, menurut majelis komisi, tidak berdaya menolak kenaikan tersebut karna nilai penjualan pemasok di Carrefour cukup Signifikan.
Kesimpulannya :
Pelanggarab etika bisnis dapat melemahkan daya siang hasil industri dipasar internasional. Ini bisa terjadi sikap para pengusaha kita. Kecendrungan makin banyaknya pelanggaran etika bisnis membuat keprihatinan banyak pihak. Pengabaian etika bisnis dirasakan akan membawa kerugian tidak saja buat masyarakat, tetapi juga bagi tatanan ekonomi nasional. Disadari atau tidak, para pengusaha yang tidak memperhatikan etika bisnis akan menghancurkan nama mereka sendiri dan negara.
B. Kasus PT PLN
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT. PLN sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara merata.
Usaha PT. PLN termasuk ke dalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki.
Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sehingga. Dapat disimpulkan bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara. Pasal 33 mengamanatkan bahwa perekonomian Indonesia akan ditopang oleh 3 pemain utama yaitu koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan swasta yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi pemerintah, serta pengakuan terhadap hak milik perseorangan. Penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh negara” dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Contoh kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:
1. Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.
2. Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.
Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.
Kesimpulan :
Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Referensi :
Novita, Riza. 2013.Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Contoh Kasus. (Online). (http://rizanovita12.blogspot.com/2013/05/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha.html). diakses 21 April 2016
LPP Community. 2009.Etika Bisnis: Monopoli-Kasus PT. Perusahaan Listrik Negara. (Online). (http://lppcommunity.wordpress.com/2009/01/08/etika-bisnis-monopoli-kasus-pt-perusahaan -listrik-negara/). diakses 21 April 2016
Anggoro, Aryo Bony. 2011. Kasus Monopoli Pasar Carrefour. (Online). (http://aryo-bony-anggoro.mhs.narotama.ac.id/2011/10/23/kasus-monopoli-pasar-carrefour-indonesia/). diakses 21 April 2016
Komentar
Posting Komentar