Pelanggaran Kode Etik Profesi Akuntansi
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyataan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. tujuan kode etik agar profesioan memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial itu sendiri. Maka selanjutnya ada beberapa alasan mengapa kode etik perlu untuk dibuat.Beberapa alasan tersebut adalah menurut Adams., dkk (Ludigdo, 2007) :
- Kode etik merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga individu-individu dapat berperilaku secara etis.
- Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu mengarahkan perilaku organisasi untuk mempertimbangkan dampak moral dalam setiap keputusan bisnisnya.
- Kode etik diperlukan untuk menentukan status bisnis sebagai sebuah profesi, dimana kode etik merupakan salah satu penandanya contohnya dalam sebuah perusahaan.
- Kode etik dapat juga dipandang sebagai upaya menginstitusionalisasikan moral dan nilai-nilai sehingga kode etik tersebut menjadi bagian dari budaya dan membantu sosialisasi individu baru dalam memasuki budaya tersebut.
Contoh Kasus Pelanggaran kode etik profesi akuntan terjadi pada 9 Kantor Akuntan Publik yang diduga melakukan Kolusi dengan kliennya.
Jakarta, 19 April 2001
Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik (KAP), yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit. Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan. ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.
Pada kasus tersebut prinsip etika profesi yang dilanggar adalah
Tanggung Jawab Profesi
Dimana seharusnya melakukan pertanggung jawaban sebagai profesional yang senantiatasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam setiap kegiatan yang dilakukannya.
Kepentingan Publik
Yaitu dengan cara menghormati kepercayaan publik. Kemudian tetap memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik sesuai dengan prinsip integritas.
Obyektivitas
Yaitu dimana setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Sanksi yang diberlakukan apabila kasus tersebut terjadi saat ini.
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang praktek akuntan publik yang tengah digodok di kementrian keuangan memuat 7 jenis sanksi administratif yanga akan dikenakan kepada akuntan publik (AP), kantor akuntan publik (KAP) serta cabang KAP.
Menurut kepala PPAJP (Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilaian) Kementrian Keuangan, Langgeng subur adanya sanksi administratif pada RPP tersebut mengacu pada UU no 5 tahun 2011 tentang akuntan publik ketujuh sanksi tersebut paling ringan berupa rekomendasi untuk menjalankan kewajiban tertentu hingga yang berbentuk denda rokemendasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu, jika AP melakukan pelanggaran ringan sebagaimana ketentuan 13,17,19,25,27,32,34,35 UU no 5 tahun 2011dan melakukan pelanggaran terhadap SPAP (Standar Profesi Akuntansi Publik) dan kode etik yang tidak berpengaruh terhadap laporan keuangan yang diterbitkan.
Sanksi berikutnya berupa sanksi tertulis yang dikenakan pada pelanggaran sedang AP dan KAP tersebut melanggar ketentuan pasal 4, 30 ayat (1) huruf a,b,f pasal 31 dan melakukan pelanggaran SPAP serta kode etik yang berpengaruh terhadap laporan yang diterbitkan namun tidak signifikan.pengaruh terhadap laporan yang diterbitkan.
Sanksi pembatasan pemberian jasa kepada suatu jenis entitas tertentu, seperti bank, pasar modal jika AP dan KAP melakukan pelanggaran cukup berat. pelanggaran yang bermaksud, jika AP dan KAP melanggar SPAP dan kode etik yang berpengaruh terhadap laporan yang diterbitkan.
Jenis sanksi keempat, pembatasan pemberian jasa tertentu AP atau KAP tersebut tidak diperbolehkan memberikan jasa tertentu, seperti jasa audit umum atas laporan keuangan selama 24 bulan. bila dalam kurun waktu 3 tahun melakukan tindakan yang sama, AP dan KAP tersebut akan digolongkan melakukan pelanggaran cukup berat.
Sanksi kelima pembekuan ijin AP dan KAP yang dikenakan sanksi ini jika melakukan pelanggaran berat berupa pelanggaran ketentuan pasal 9,28,29,30 ayat 1 huruf c,e,g,h,i UU no 5 tahun 2011 tentang akuntan punlik dan melakukan pelanggaran terhadap SPAP serta kode etik yang berpengaruh signifikan terhadap laporan keuangan. sanksi pembekuan izin diberikan paling banyak 2 kali dalam waktu 48 bulan, namun jika masih melakukan hal yang sama maka akan dikenakan sanksi pelanggaran berat, ijinnya akan dicabut.
Sanksi keenam berupa pencabutan izin jika AP atau KAP melakukan pelanggaran sanagt berat yaitu melanggar pasal 30 ayat 1 huruf d,j UU akuntan publik dan melakukan pelanggaran SPAP serta kode etik yang berpengaruh sangat signifikan terhadap laporan yang diterbitkan.
Adapun sanksi denda telah berlaku lebih dahulu dengan dikeluarkannya PP no.1 tahun 2013 PNBP (pendapatan negara bukan pajak) dilingkungan kementrian keuangan.
Sumber
https://www.slideshare.net/naiilaenaiila/contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi-akuntan
http://dion.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/35636/Konsep+Etika+Bisnis.docx
Komentar
Posting Komentar